Parameter Drained – Undrained Tanah

Hal yang lumrah menjadi bahan pembicaraan civil engineer, terutama geotechnical engineer adalah perbedaan antara drained dan un-drained parameter pada tanah, dan kapan harus menggunakan parameter yang mana. Saya ingin mencoba membahasnya dalam bahasa yang sebisa mungkin mudah dipahami orang awam.

Komponen tanah terdiri dari BUTIRAN TANAH, AIR, dan RONGGA UDARA.

Soil Structure
Braja M. Das – Principles of Geotechnical Engineering

Undrained Condition

Tanah pada kondisi awal (kondisi 1), massa tanah terdiri dari Tanah, Air, dan Udara. Air masih mengisi celah-celah antara partikel tanah, kondisi ini kita sebut dengan kondisi total stress (σ), atau dapat kita sebut dengan undrained condition. Sesuai dengan namanya, undrained, bahwa air yang mengisi celah-celah diantara partikel tanah belum terdisipasi.

Drained Condition

Kemudian kondisi selanjutnya (kondisi 2) saat tanah dibebani, lama kelamaan rongga udara akan termampatkan, lalu air yang ada di celah-celah antara partikel tanah akan keluar (terdisipasi). Sehingga massa tanah hanya menyisakan komponen partikel tanah saja. Kondisi 2 kita sebut dengan kondisi effective stress (σ’), atau dapat kita sebut dengan drained condition.


Dari 2 kondisi diatas, hal pembeda utama adalah kondisi air yang ada di dalam massa tanah. Saat air belum terdisipasi (kondisi undrained), beban akan didistribusikan kepada komponen tanah dan komponen air (total stress). Sedangkan kondisi saat air sudah terdisipasi (kondisi drained), beban akan didistribusikan hanya kepada komponen tanah (effective stress)

Pada jenis tanah granular / sand / pasir, proses disipasi air pori akan terjadi sangat cepat, karena sifat butiran pasir tidak mengikat air, sehingga air akan dengan mudah terdisipasi. Sedangkan pada jenis tanah lempung / clay, proses disipasi air pori akan terjadi sangat lama, tergantung dari kemampuan mineral lempung / clay mengikat air pori. Hal ini disebabkan karena tanah lempung memiliki ikatan kimia diantara partikelnya (kohesi/cohesion), dan memiliki kemampuan menyimpan air yang lebih tinggi dari pada tanah pasir.

Itulah mengapa pada tanah pasir kita hanya mengenal immediate settlement (penurunan seketika), sedangkan pada tanah clay, selain immediate settlement, kita juga mengenal istilah consolidation settlement (penurunan konsolidasi). Proses disipasi air pori pada jenis tanah clay dapat memakan waktu yang tidak sebentar, bisa hitungan bulan, tahun, bahkan di beberapa kasus memiliki hitungan puluhan tahun.

Dalam proses desain geoteknik, kita akan mengenal istilah short-term analysis dan long-term analysis. pada short-term analysis kita akan menggunakan parameter tanah total (total stress parameters), sedangkan long-term analysis menggunakan parameter tanah efektif (effective stress parameters). Lalu apa bedanya?

Menurut Mohr-Coulomb, Parameter kekuatan tanah adalah sebagai berikut:

Kuat Geser Tanah
Braja M. Das – Principles Of Geotechnical Engineering

Total Stress Parameter and Effective Stress Parameter

Ada 3 parameter yang menentukan kekuatan geser tanah, yaitu Kohesi (c), Sudut geser dalam (Φ) dan tegangan tanah (σ). Ketiga komponen ini dapat kita peroleh dari hasil investigasi tanah. Ketiga parameter ini dapat kita peroleh dalam kondisi undrained maupun drained, sesuai dengan kebutuhan, tergantung pada jenis tes laboratorium nya. Jenis uji yang biasa digunakan dan yang selama ini paling diandalkan untuk memperoleh ketiga parameter ini adalah uji triaxial.

Uji triaxial sendiri dapat dilakukan dengan 3 kondisi, yaitu UU, CU, dan CD:

  1. Unconsolidated Undrained (UU)
  2. Consolidated Undrained (CU)
  3. Consolidated Drained (CD)

Sesuai dengan namanya uji triaxial Undrained adalah untuk memperoleh parameter tanah total (Su/Cu dan Φ) sedangkan triaxial CD untuk memperoleh parameter tanah efektif (c’ dan Φ’).

Uji triaxial UU adalah uji yang paling mudah, cepat, dan murah, karena pada uji triaxial UU, tanah tidak perlu dikonsolidasikan terlebih dahulu, sehingga dapat langsung diberikan beban secara cepat, disesuaikan dengan kondisi short-term saat tanah belum terkonsolidasi dan dibebani secara cepat di lapangan. Uji lain yang dapat dilakukan untuk memperoleh parameter tanah total (umumnya berupa Su atau Cu) dan banyak dikenal adalah unconfined compression test.

Sedangkan untuk uji triaxial CU dan CD, memakan waktu yang relatif lama, dan harga nya lebih mahal dibandingkan uji UU. Karena pada uji CU dan CD, tanah perlu dikonsolidasikan terlebih dahulu sebelum diberikan beban. Perbedaan CU dan CD adalah kecepatan pembebanan nya. Untuk CU, setelah tanah terkonsolidasi, pembebanan dilakukan secara cepat, sedangkan CD pembebanan dilakukan secara perlahan. Sehingga kondisi CD diharapkan menghasilkan parameter tanah efektif (long-term condition).

Penggunaan Parameter Drained dan Undrained

Aplikasi parameter drained dan undrained ini seringkali diperdebatkan saat melakukan proses desain. Memang untuk memberikan hasil desain yang konservatif, kedua kondisi short-term maupun long-term perlu diperiksa. Karena seiring berjalan nya waktu, perilaku tanah akan berubah, tergantung pada kondisi muka air tanah dan kondisi pembebanan disekitar tempat yang kita desain.

Perlu kita lihat juga kondisi aktualnya di lapangan. Mari kita ambil contoh kasus timbunan. Pada kasus timbunan, tanah timbunan akan dikonstruksi dalam waktu yang relatif cepat, setelah selesai dikonstruksi dan dipadatkan, tanah timbunan ini pada umumnya akan segera dibebani, baik oleh bangunan ataupun jalan. Kondisi pembebanan seperti ini mirip dengan kondisi total stress, dimana tanah belum terkonsolidasi secara sempurna, kemudian mendapat beban secara cepat.

Untuk kasus galian, pada dasarnya kita dapat melakukan 2 tahap analisis, short-term menggunakan total stress, maupun long-term menggunakan effective stress. Namun pada umumnya analisis kasus galian menggunakan effective stress parameter, karena memiliki nilai parameter yang lebih konservatif dan mempertimbangkan kondisi long-term saat air pori galian / lereng sudah terdisipasi sempurna.

Ada beberapa rekomendasi kasus beserta penggunaan parameter tanah berdasarkan buku An Introduction to Geotechnical Engineering by AA Holtz & Kovac sebagai berikut.

01. CD Analysis

02. CU Analysis

03. UU Analysis


Das, Braja M. 2009. Principles of Geotechnical Engineering 7th Edition. Stamford. Cengage Learning.

Kovac, AA Holtz. 1981. An Introduction to Geotechnical Engineering. New Jersey. Prentice-Hall, Inc.

https://www.linkedin.com/pulse/20140618014822-6961529-drained-vs-undrained-loadings-in-geotechnical-engineering/

Teori Penurunan – Konsolidasi

2. 4      TEORI PENURUNAN

Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya, maka tanah di dibawah beban yang bekerja tersebut akan mengalami kenaikan tegangan, ekses dari kenaikan tegangan ini adalah terjadinya penurunan elevasi tanah dasar (settlement). Pembebanan ini mengakibatkan adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel tanah, dan keluarnya air pori dari tanah yang disertai berkurangnya volume tanah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah.

Pada umumnya tanah, dalam bidang geoteknik, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tanah berbutir dan tanah kohesif. Pada tanah berbutir (pasir/sand), air pori dapat mengalir keluar struktur tanah dengan mudah, karena tanah berbutir memiliki permeabilitas yang tinggi. Sedangkan pada tanah kohesif (clay), air pori memerlukan waktu yang lama untuk mengalir keluar seluruhnya. Hal ini disebabkan karena tanah kohesif memiliki permeabilitas yang rendah.

Secara umum, penurunan dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu :

  1. Immediate Settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air. Umumnya, penurunan ini diturunkan dari teori elastisitas. Immediate settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Parameter tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained modulus dengan uji coba tanah yang diperlukan seperti SPT, Sondir (dutch cone penetration test), dan Pressuremeter test.
  2. Primary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi primer), yaitu penurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama periode keluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori secara kontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya air pori. Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah kohesif (clay / lempung)
  3. Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder), adalah penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih disebabkan oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.

2.2.1    Immediate Settlement – Penurunan Seketika

Penurunan seketika / penurunan elastic terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat saat dibebani secara cepat. Besarnya penurunan elastic ini tergantung dari besarnya modulus elastisitas kekakuan tanah dan beban timbunan diatas tanah.

Dimana :

Sc = Immediate settlement

Δσ = Beban timbunan (kN/m2)

Es = Modulus elastisitas tanah

μs = Poisson’s Ratio

B = Lebar / diameter timbunan (m)

Ip = non-dimensional influence factor

Schleicher (1926) mendefinisikan factor Ip ini sebagai :

Dimana m1 = L/B (panjang/lebar beban yang bekerja)

2.2.2    Primary Consolidation – Konsolidasi Primer

Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total (Δσ) akan terbagi ke tegangan efektif dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil korelasi :

Δσ = Δσ’ + Δu

Dimana :

Δσ’  =   penambahan tegangan efektif

Δu   =   penambahan tegangan air pori

Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan, Δσ, akan dipikul oleh air (Δu = Δσ) pada seluruh kedalaman lapisan tanah.

Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah (Δσ’ = 0).Sesaat setelah pemberian penambahan tegangan, Δσ, pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini, tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurang secara perlahan-lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah keseluruhan (tegangan efektif / Δσ’) akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t < ∞

Δσ = Δσ’+ Δu                   (Δσ’ > 0 dan Δu < Δσ)

Tetapi, besarnya Δσ’ dan Δu pada setiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh air pori untuk mengalir keluar lapisan pasir yang berada di bawah atau di atas lapisan lempung.

Pada saat t = ∞, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan lempung, jadi Δu = 0. Pada saar ini tegangan total, Δσ, akan dipikul seluruhnya oleh butiran tanah seluruhnya (tegangan efektif, Δσ’). Jadi Δσ = Δσ’.

Berikut adalah variasi tegangan total, tegangan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengalir keluar struktur tanah akibat penambahan tegangan, Δσ, yang ditunjukan gambar dibawah.

Proses terdisipasinya air pori secara perlahan, sebagai akibat pembebanan yang disertai dengan pemindahan kelebihan tegangan air pori ke tegangan efektif, akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan lempung. Suatu tanah di lapangan pada kedalaman tertentu telah mengalami tegangan efektif maksimum akibat beban tanah diatasnya (maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya. Tegangan ini mungkin sama, atau lebih kecil dari tegangan overburden pada saat pengambilan sample.

Berkurangnya tegangan di lapangan tersebut bisa diakibatkan oleh beban hidup. Pada saat diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari tegangan overburden yang telah membebani selama ini. Sebagai akibatnya, tanah tersebut akang mengalami pengembangan. Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tegangan efektif overburden maksimum (maximum effective overburden pressure) yang pernah dialami sebelumnya.

Apabila beban total yang dialami pada saar percobaan lebih besar dari maximum effective overburden pressure, maka perubahan angka pori yang terjadi akan lebih besar. Ada 3 definisi dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangan pada tanah, yaitu :

  1. Normally consolidated (Terkonsolidasi secara normal), dimana tegangan efektif overburden saat ini merupakan tegangan maksimum yang pernah dialami oleh tanah selama dia ada.
  2. Overconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini lebih kecil daripada tegangan yang pernah dialami oleh tanag tersebut. Tegangan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya dinamakan tegangan prakonsolidasi. (preconsolidation pressure / PC).
  3. Underconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini belum mencapai maksimum, sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung pada saat sample tanah diambil.

Ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penurunan konsolidasi ini, yaitu :

  1. Besarnya penurunan yang terjadi.
  2. Kecepatan penurunan terjadi.

2.2.3    Secondary Consolidation – Konsolidasi Sekunder

Pada akhir konsolidasi primer (setelah tegangan air pori U = 0), penurunan pada tanah masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyesuaian plastis butiran tanah. Tahapan konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder. Variasi angka pori dan waktu untuk penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan rumus :

dimana :

Ca =   Indeks pemampatan sekunder

Δe   =   Perubahan angka pori

t      =   Waktu

ep =   angka pori pada akhir konsolidasi primer

H    =   tebal lapisan lempung, m

Penurunan yang diakibatkan konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanag organic dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat (compressible). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder sangat kecil sehingga dapat diabaikan.

==========================================================

(Principles of Geotechnical Engineering 5th Edition, Braja M. Das – Chapter 10 Compressibility of Soil)

Salah satu Sub-Bab di TA saya..

<!–[if gte msEquation 12]>Δσ=Δσ’+Δu<![endif]–>

Penyebab Longsornya Ruas Jalan RE Martadinata – Jakarta..???

Ruas jalan sepanjang 103m di Jl RE Martadinata, di samping Waduk Pompa Air Tanjung Priuk ambruk pada tanggal 16 September 2010 dini hari antara jam 3 dan 4 pagi.

Pengamatan dari foto-foto lapangan (lewat internet):

  1. Dari informasi yg ada tampaknya ruas jalan tsb tidak dibangun diatas tiang pancang.
  2. Ruas jalan longsor dalam waktu yg relative cepat (rapid failure), mengindikasikan bahwa kuat geser tanah berperilaku strain softening (semakin lemah dengan bertambahnya deformasi), yg biasa terjadi pada soft clay atau sensitive clays.
  3. Longsoran terjadi sekitar jam 3 dan 4 pagi, dimana pada saat itu muka air laut pada elevasi terendah.
  4. Muka sungai tampak tenang dan tidak terpengaruh ombak laut pantai yg menggerus. Lihat foto, berari erusan akibat ombak kemungkinannya kecil.
  5. Lokasi terletak di pinggir laut yg kemungkinan besar airnya bersifat payau atau mungkin asin. Berarti airnya sudah asin sejak dulu.

Beberapa teori tentang penyebab ambruknya ruas jalan ini termasuk penyebab yg dirangkum dari media adalah sebagai berikut:

  1. Akibat intrusi air laut.
  2. Akibat abrasi/erosi air laut – (Kementrian PU, Imam P. Sadisun – T. Geologi ITB);
  3. Kegagalan daya dukung tanah/pondasi.
  4. Muka air sungai yg sering tinggi karena curah hujan yang tinggi.
  5. Kegagalan struktur.

Mari kita lihat probabilitias penyebab ini satu per-satu:

1. Akibat intrusi air laut

Intrusi air laut terjadi jika muka air tanah (fresh water) lebih rendah daripada muka air laut sehingga air laut merembes masuk karena tekanan hidrolisnya (berat jenisnya) yang lebih tinggi. Walaupun intrusi air laut ini memang terjadi di Jakarta utara, pengaruhnya terhadap kuat geser tanah hampir tidak ada. Mengapa? Sebelum terjadi instrusi air laut, tanah dibawah ruas jalan ini selalu jenuh, dan sesudah instrusi terjadi, kondisi tanah pun tidak berbeda. Memang ada pengurangan tegangan efektif tanah karena buoyancy effect dari air laut lebih besar sebanyak 3 persen dibandungkan air laut (Berat jenis air laut=1.03). Dengan kata lain ada penurunan tegangan efektif sebanyak 3 %, yg berarti penurunan kuat geser sebanyak 3 %, suatu perubahan yg relative kecil dalam bidang geoteknik dan bisa diabaikan.

2. Akibat abrasi/erosi air laut.

Erosi air laut bisa menggerus bagian kaki (toe) timbunan yang berfungsi utk bekerja menjaga keseimbangan timbunan. Dari informasi yg terkumpul, dapat disimpulkan bahwa ruas jalan ini bertumpu pada timbunan tanpa ada perkuatan tiang pancang sama sekali. Dengan adanya gerusan bagian toe ini, maka terjadi pengurangan tekanan pasif sehingga tekanan aktif (berat timbunan – driving forces) menjadi lebih besar dibanding tekanan pasifnya. Akibatnya, factor keamanan – Safety Factor terhadap stabilitas timbunan menjadi kurang dari satu. Artinya? Timbunan akan longsor karena tidak stabil.

Penyebab terjadinya abrasi? karena gelombang laut? kemungkinan kecil karena terlihat di foto air sungai tampak tenang. Karena derdging? I dunno. Karena arus sungai di belokan? Mungkin, tapi ini di luar bidang keahlian saya.

3. Kegagalan daya dukung tanah/pondasi.

Kegagalan daya dukung ini bisa disebabkan karena berbagai hal:

  1. Pengurangan daya dukung tanah akibat perubahan geometri timbunan tanah akibat erosi/abrasi;
  2. Pengurangan daya dukung tanah akibat beban cyclic kendaraan yg melintas di atasnya selama 20-th sebelumnya. Fenomena ini hanya terjadi pada soft clay;
  3. Pengurangan daya dukung akibat berkurangnya tekanan air di bagian kaki timbunan saat permukaan air laut pada elevasi terendah (low-tide).
  4. Beban cyclic pasang surut air, menyebabkan tanah2 pasir dan lanau ikut terbawa saat air surut, yg mengakibatkan rongga dibawah ruas jalan. Ini sangat lumrah terjadi di pelabuhan2.
  5. adanya tanah lunak di bawah ruas jalan ini, yang memberikan stabilitas timbunan yg marginal sejak jalan ini dibangun. Akibatnya akan terjadi pergerakan perlahan (creeping) akibat tingginya tegangan geser yg bekerja pada pondasi tanah. Ini pernah terjadi pada salah satu proyek pelabuhan yg saya tangani di Queensland, dimana pier-nya bergerak dan mengakibatkan keretakan yg cukup parah pada deck pelabuhan.

Kombinasi ke-5 hal tsb diatas menyebabkan berkurangnya angka faktor keamanan terhadap longsor.

Kenapa tidak terjadi siang hari saat air pasang? Karena saat itu factor keamanannya (FK) thd stabilitas > 1 dengan adanya tekanan air di kaki timbunan.

Kenapa baru terjadi sekarang? Dulu geometry kaki timbunan tidak separah sekarang dan masih memberikan FK >1. Pengaruh erosi sungai (apapun penyebabnya) belum separah sekarang.

Selain itu, sebelumnya, sekalipun faktor keamanan thd kelongsorannya sangat minim (sekitar 1.00), belum terjadi pergerakan yg banyak. Kalau teori saya ttg creeping ini benar, maka selama kira2 dua puluh tahun sebelumnya, timbunan ini mengalami pergerakan yg perlahan dan karena tanah lunak ini biasanya strain-softening (semakin lemah dengan semakin besarnya deformasi), maka setelah mencapai puncak kuat gesernya, dia akan kehilangan kuat geser dan pergerakannya akan semakin cepat dan bisa runtuh secara cepat (rapid failure) juga, spt yg terjadi di lokasi ini.

4. Muka air sungai yg sering tinggi karena curah hujan yang tinggi.

Pengaruhnya sama dengan pasang surut air laut.

5. Kegagalan struktur.

Tampaknya perkerasan jalannya hanya didisain utk menahan beban traffic dan bukan utk menahan beban geoteknik, sehingga saat timbunan dibawahnya longsor, perkerasan betonnya ikut longsor.

Penyebab2 lain seperti:

  1. pengaruh penurunan akibat pemompaan air tanah yg berlebihan;
  2. kehilangan suction akibat intrusi air laut;
  3. pengurangan daya dukung tanah akibat reaksi kimia dengan garam laut;
  4. akibat gempa;

menurut pendapat saya tidak relevan utk kasus ini dan terlalu dipaksakan. No offense.

Rangkuman:

Penyebab longsornya jalan kemungkinan besar adalah kombinasi tergerusnya kaki timbunan, pengaruh pengurangan daya dukung tanah akibat beban traffic, adanya lapisan tanah lunak di bawah ruas jalan ini, dan akibat pasang surut air.

Kemungkinan mekanisma keruntuhan longsor ini di tempat lain di ruas jalan sepanjang Martadinata cukup besar dan sudah seharusnya tim geoteknik yg handal (siapapun itu) harus dilibatkan dalam menangani kasus ini.

Rekomedasi:

  1. lakukan bathymetric survey di daerah longsor utk mengetahui geometry timbunan jalan sesudah longsor dan juga di daerah yg tidak longsor;
  2. lakukan penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium; SPT dan sampling;
  3. di lab; lakukan kuat geser tanah triaxial dan simple shear kalau ada. Kalau tak ada simple shear, pakai direct shear dengan beberapa vertikal stress. TX test dilakukan dengan melakukan TX CU utk beberapa tegangan effektif yg bisa terjadi di lapangan. Kalau perlu, lakukan teknik SHANSEP utk meminimumkan pengaruh gangguan tanah. Lakukan test kuat geser sampai mencapai regangan geer 15% utk mengetahui apakah tanahnya berperilaku ‘strain softeing‘ atau tidak. Gunakan test UU (unconsolidated undrained) dg rate of strain yg cukup cepat utk mengetahui ini, dilakukan pada tegangan efektif yg mirip dg tegangan efektif tanah lunak di lapangan.
  4. lakukan analisis geoteknik (LEA) dengan memperhitungkan pasang surut air laut utk pre-failure geometry dan post-failure geomtery utk menghitung kuat geser tanah;
  5. lakukan analisis geoteknik (FEA) menggunakan strain softening materials.
  6. pasang instrumentasi geoteknik spt inclinometer utk ruas2 jalan di sepanjang jalan itu yg diperkirakan kritis, dan lakukan pengamatan periodik, setiap minggu, 2 minggu atau tiap bulan tergantung dari hasil pengamatan beberapa minggu pertama. Kalau ternyata ada pergerakan, naikan frekwensi pengamatan shg bisa diketahui displacement rate-nya per minggu. dari sini bisa di-assess apakah perlu dilakukan perkuatan atau tidak.
  7. Utk mengetahui risiko keruntuhan ruas jalan lainnya, lakukan risk assessment dengan metoda quantitative utk tiap 100-m ruas jalan. Agar risk assessment ini mempunyai arti, lakukan juga penyelidikan tanah di setiap 100-m ruas jalan, paling tidak ada dua titik boring utk menentukan profil geoteknik di bawah ruas jalan ini. Juga lakukan analisis LE utk mengetahui faktor kemananannya thd keruntuhan.

Sebagai perbandingan, sekitar dua-tiga tahun yg lalu pernah terjadi di Brisbane, salah satu ruas jalan Free-way ke kota ditutup selama 7 hari karena ditemukan retakan rambut di salah satu ruas jembatan layang dekat jalan masuk ke kota. Retakan rambut ini ditemukan pada inspeksi rutin tahunan utk memeriksa servicebilitas jalan2 yg ada, terutama jalan2 yg kritis dan berisiko tinggi jika ambruk. Retakan ini terdeteksi dan langsung diperbaiki dan dianalisis sampai yakin bahwa ruas jalan ini masih aman utk dipakai.

Seharusnya pemerintah kita atau para pengelola jalan tol juga melakukan hal yg sama utk melakukan inspeksi rutin thd servicebilitas jalan2 ini terutama jalan2 layang dengan beban2 berat. Semua potensi kegagalan jembatan.jalan harus ditinjau, baik itu kegagalan struktur atau kegagalan geoteknik.

=========================================================

REPOST FROM :

http://geoteknik-indonesia.blogspot.com/2010/09/ambruknya-ruas-jalan-re-martadinata.html

by : Hendrajitno Ph.D.